rumpud

Ini Caraku Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat Meski Dari Rumah Saja

“Jangan selalu menunggu waktu yang tepat untuk melakukan hal yang baik. Karena terkadang, waktu yang salah bisa menjadi yang paling sempurna.”

Kalimat bijak ini sangat dalam maknanya, sehingga membuat saya selalu teringat. Kondisi Pandemi yang sangat bergejolak juga sempat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan keluarga kami.

Sudah 2 tahun kita melalui beberapa gelombang pandemi Covid-19. Diawali oleh gelombang Alpha pada tahun 2020, disusul Delta di 2021 dan varian Omicron yang menyebar di Januari 2022.

Mulai dari PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar ) yang merenggut kebebasan kita bersosialisasi selama berwaktu-waktu. Hidup dalam kecemasan dan ketakutan berkepanjangan, sepanjang suara sirine yang terlalu sering bergemuruh di jalan. Lalu PPKM ( Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Mikro, PPKM Darurat dan kemudian PPKM berbasis level hingga saat ini.

2 tahun yang cukup “challenging”.

Dihadapkan dengan betapa sedihnya menerima “kehilangan demi kehilangan”

Kehilangan orang-orang terkasih karena wabah Covid.

Kehilangan kebebasan karena harus isoman dan adanya PPKM.

Kehilangan pekerjaan karena roda ekonomi seakan tak mampu lagi berputar.

Kehilangan banyak kesempatan yang dulu pernah direncanakan.

Tapi waktu terus berjalan. Dengan atau tanpa adanya pandemi ini.

Sedangkan hidup juga harus terus diperjuangkan.

Betapa kita harus mensyukuri masih bisa berkumpul dengan anak dan pasangan, dikala mungkin keluarga lain harus berjuang tanpa belahan jiwa.

 “Kadang kita terlalu sibuk memikirkan kesulitan-kesulitan sehingga kita tidak punya waktu untuk mensyukuri rahmat Tuhan.” – Jenderal Soedirman

Maka satu kata yang tepat untuk terus bisa melanjutkan hidup adalah BANGKIT.

Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.

Saat ini segala sesuatu memang tak mudah, tapi setidaknya itu tak akan menjadi sia-sia jika kita berani mencoba untuk bangkit.

Diperlukan ketahanan keluarga yang kuat di masa pandemi ini. Kita telah mengalami masa dimana semua anggota keluarga melakukan aktivitas bekerja dan sekolah dari rumah saja. Bahkan banyak juga yang tetap di rumah tanpa pekerjaan karena adanya pengurangan tenaga kerja selama pandemi. Maka seorang ibu harus memainkan banyak peran di dalam rumahnya.

Pernah mendengar kata-kata “Ibu adalah Jantung Keluarga” ?

Saya adalah ibu rumah tangga dengan 3 orang anak. Yang selama masa pandemi dituntut lebih ekstra dalam menjaga seluruh anggota keluarga.

Mulai dari bagaimana harus menjaga kesehatan mereka, menyiapkan asupan gizi yang baik, mengelola keuangan keluarga agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok, dan juga berusaha keras bagaimana agar anak-anak tetap dapat mengikuti pelajaran meskipun secara daring.

Saya rasa, hampir semua ibu mengalami hal yang sama. Jadi saya tidak sendiri.

Betapa semua tugas sebagai ibu dan istri itu terkadang terasa cukup menguras energi lahir dan batin. Sehingga sering kita dengar semenjak pandemi ini muncul istilah Mental Health. Pandemi yang berkepanjangan ini memang mengancam kesehatan fisik dan juga kesehatan mental kita semua.

Ketika suami berjibaku untuk bekerja, ketika anak-anak berusaha untuk belajar dengan segala keterbatasan yang ada, maka ibu harus bisa mengendalikan pikiran dan hatinya agar tetap dapat membawa suasana yang baik di dalam keluarga.

Sebagai ibu, saya sering merasakan bahwa aura yang terpancar dari diri saya akan mempengaruhi suasana di keluarga saya. Pernah saya merasa lelah sekali dan merasa sebal saat bangun di pagi hari. Saya tetap melakukan rutinitas seperti biasa. Memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian. Tapi saya melakukannya dengan mengomel sana-sini. Anak saya belum mandi, saya omeli. Anak saya makan tidak habis, saya ceramahi.

“Bundamu ini sudah bangun dari sebelum ayam berkokok, menyiapkan semuanya. Kamu tinggal mandi, duduk manis di meja makan saja masih bilang makanannya tidak enak?”

“Kalian pada santai di rumah, padahal bunda banyak pekerjaan. Menjemur handuk di tempatnya saja kenapa tidak bisa?”

Seperti itulah kira-kira omelan pagi saya saat itu. Hal-hal sepele sebenarnya, tapi bisa menjadi besar. Dan bisa ditebak, suasana pagi di rumah saya terasa panas. Suami yang butuh suasana nyaman untuk bisa bekerja dari rumah juga terganggu. Alhasil hari itu menjadi hari yang buruk bagi kami semua.

Itulah kenapa Ibu dijuluki sebagai jantung keluarga.

Peran ibu

Maka, meskipun dikepung dengan gangguan Mental Health atau apapun itu, ibu harus segera pulih dan bangkit.

Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.

MEMANDANG KESULITAN DARI SUDUT YANG LAIN

Tak mudah memang untuk bisa selalu menjadi pemompa semangat dan terus mengalirkan semangat kepada anak dan pasangan. Idealnya, ada pembagian peran suami dan istri dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga di masa pandemi.

“Tiada awan di langit yang tetap selamanya tiada mungkin akan terus-menerus terang. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan kehidupan manusia serupa alam.” – RA Kartini

Jangan menyerah! Waktu terus berjalan, ayo bersiap untuk masa depan, Bunds!

Berikan yang terbaik mulai hari ini.

“Jangan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan hal yang baik. Jangan terus bertanya apa yang mungkin terjadi, beranikan diri. Bangkit!”

Ini adalah kalimat-kalimat yang memotivasi saya saat saya merasa lemah dan menyerah. Saya harus memandang kesulitan ini dari sudut yang lain. Agar anak-anak juga tahu bahwa orang tuanya selalu berjuang untuk kebaikan mereka. Sehingga harapan saya, merekapun akan menjadi anak-anak yang tangguh seperti orang tuanya. Anak-anak yang menjadi generasi penerus yang kuat dan bermartabat.

MAJU MELAWAN PANDEMI

Saya memulai dari dapur

Kehidupan di rumah yang semakin “meriah” dengan kehadiran anak dan suami selama 24 jam, membuat saya dan banyak ibu lainnya harus sering-sering ke dapur. Saya bukanlah ibu yang pandai dan rajin memasak sebelumnya. Tapi demi menjaga daya tahan tubuh sekeluarga, saya mulai mencoba-coba resep masakan yang mudah tapi nikmat dan bergizi. Mengolah makanan sehat untuk keluarga, termasuk kudapan atau cemilannya.

Asupan buah termasuk asupan yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh.

Apalagi di masa pandemi ini.

Ketika anak-anak merasa bosan makan buah, saya menyajikan buah dalam bentuk pudding. Ketika tetangga dan kerabat ada yang harus dirawat atau isoman karena Covid, saya mengirimkan pudding sebagai hantaran untuk mereka. Pudding sangat disuka oleh semua golongan usia. Juga sangat cocok untuk segala kondisi. Saat sakit, kadang kita susah menelan, mulut pahit, tidak berselera makan. Tapi dengan adanya pudding yang dari tampilannya saja sudah terlihat segar, tentunya ini akan meningkatkan selera makan kita. Rasa dan teksturnyapun sangat mudah diterima oleh pencernaan kita.

Betapa senangnya saya saat mendapat testimoni yang baik dari sahabat dan kerabat yang menerima kiriman pudding saya. Beberapa dari mereka justru minta dibuatkan untuk dikirimkan ke kerabatnya yang lain. Ada yang request dengan hiasan yang cantik. Ada yang meminta tanpa gula karena penerimanya memiliki riwayat diabetes. Ada yang pesan dengan susu lowfat karena sedang diet, dan masih banyak lagi permintaan yang seru-seru.

Akhirnya berbekal kompor dan panci rumahan, juga izin dari suami, saya membuka usaha pudding sehat dari rumah. Saya beri nama Rumpud_rumahpudingjogja.

pudingjogja

Saya bersyukur sekali bisa mengembangkan hobi menjadi sebuah peluang usaha. Sungguh ini peluang usaha yang tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Bagaimana jika kemarin-kemarin saya hanya diam “menjadi korban” pandemi saja? Dan bagaimana juga jika tidak ada pandemi?

Ternyata benar kata orang bijak, apapun keadaannya di balik kesulitan selalu ada kemudahan. Hidup harus terus berjalan. Asalkan kita mau berdoa lebih kuat, dan berusaha lebih keras untuk maju, maka akan ada jalan keluar.

Saya yakin, masih banyak ibu-ibu diluar sana yang lebih “struggling” bangkit dari keterpurukan di masa pandemi. Meskipun tugas kita sebagai ibu sudah menumpuk, tapi kita bisa melakukan perubahan meski dari rumah saja.

Pandemi ini mengajarkan kita banyak hal. Dan tetap memberi peluang bagi mereka yang bisa menangkapnya.

Melihat anak-anak yang sehat dan kembali bersemangat menuntut ilmu di sekolah, melihat anak-anak yang kembali ceria bisa bermain lagi di lapangan (meskipun dengan wanti-wanti seorang ibu untuk mengingatkan jangan lepas masker dan sering-sering cuci tangan), melihat suami kembali bisa bekerja, itu sudah menjadi kebahagiaan yang teristimewa bagi seorang ibu. Jika ibu kemudian bisa produktif dan menemukan peluang untuk berusaha meski dari rumah saja, itu adalah bonusnya.

Pulih-Bangkit-Maju

pulih bangkit maju

Mari kita saling bergandengan tangan, saling menyemangati, untuk bisa maju melawan pandemi ini, Bunds.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Pembuatan Konten Media Sosial dalam rangka Memperingati HUT RI ke-77 dengan tema Kembali Berkarya : Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY”

bundastory