Perindu Hujan

Perindu Hujan

Akulah sang perindu hujan. Menantikan tetes demi tetesnya menodai tubuhku. Lalu menusuk pori-poriku. Jauh ke dalam hingga menembus hatiku yang membeku.
.
Akulah sang pengejar hujan. Saat awan gelap berarak ke utara, aku lari ke utara. Saat berarak ke selatan, akupun lari ke selatan. Lalu barat, timur, tenggara… sampai aku tak lagi mengenal arah. Ya, hujan terkadang membuatku kehilangan arah.
.
Suatu ketika, mendung menggantung liar di langit. Bergegas kuambil jaket tebal berwarna biru. Berlari keluar bak ahli meteorologi. Mencoba menerka dari arah mana hujan akan bermuara. Segera kuambil kunci motor dan aku melesat bagaikan  fatamorgana.
.
Kutepikan motor di pinggir jalan. Ah, kenapa harus ke sini? Kenapa harus selalu tempat ini yang menjadi muara hujan? Tempat ini membuat hatiku luka. Luka yang tak akan mampu menutup dengan sempurna lagi.
.
Di sini kita bertemu. Dibawah derasnya hujan yang melumpuhkan jalanku. Kau pasangkan jaket biru pada punggungku yang kuyup. Hujan itu saksi kita. Saat kau redakan gemeretak gigi ini karena dingin yang menusuk. Saat kau hangatkan tubuh yang menggigil ini. Hujan itu saksi kau dan aku bersatu.
.
Namun sayang, di musim berikutnya hujan tak lagi berpihak pada kita. Mungkin engkau telah hilang ditelan badai. Atau kau mengering digulung petir.  Sangat mengerikan. Melihatmu menghianati hujan kita hanya demi kemarau yang semusim.
.
Lihatlah aku! Aku akan tetap menjadi pecinta hujan. Mencumbu hujan dengan senyum. Karena aku bukanlah penghianat sepertimu!

#flashfiction
#dhikasuhada