mental health

EPISODE MENTAL HEALTH

Menangislah dan Ucapkan Terima Kasih

pada Hati dan Jiwa yang Kuat

 

Dalam tiga bulan terakhir ini, saya sering sekali tiba-tiba merasa cemas dan gelisah, yang berujung pada rasa sedih yang mendalam.

Memang sih, semua ini ada kaitannya dengan beberapa kejadian yang datang bertubi-tubi di keluarga besar saya, yang akhirnya membuat saya lelah dan cukup terpukul.

Mendengar suara sirine ambulans, mendengar ada suara kendaraan berhenti di depan rumah, suara telepon atau chat masuk di jam-jam 9 malam keatas, semua membuat jantung saya berdegup kencang. Denyar nyeri yang tidak dapat dijelaskan rasanya mengalir di seluruh tubuh menyisakan keringat dingin di leher dan telapak tangan saya.

Saya merasa sedang berada di dalam gua yang gelap dan seorang diri. Semua orang sibuk dengan urusannya sendiri, tak ada yang peduli.

Tapi tunggu dulu!

Atau justru saya yang saat ini sedang bersembunyi?

Menarik diri dari lingkungan dan terkurung dalam ruang sepi yang menyisakan rasa nyeri di hati?

Mungkin saya termasuk orang yang introvert. Yang tidak mudah terbuka dengan dunia luar. Yang menyenangi suasana tenang. Yang tidak suka kalau ada yang kepo-kepo di belakang saya. Yang terkadang pengen suka curhat, tapi gak pede mau curhat sama siapa. Apakah ini yang membuat saya mudah cemas dan sedih berkepanjangan?

Bahkan kesedihan ini sampai membuat air mata saya habis. Entah kenapa saya pernah dalam kondisi benar-benar sudah tidak bisa mengeluarkan air mata. Padahal hati saya sedang sedih, batin saya berteriak dan jiwa saya lelah.

Saya takut sekali saat itu. Saya memohon kepada Allah,

“Izinkan saya merasakan hangatnya buliran hangat dari pelupuk mata ini, ya Allah. Izinkan saya menangis lagi. Karena dengan itu hati ini bisa terasa lebih lega.”

Saya sempat menceritakan hal ini pada seorang sahabat. Dan dia berkata pada saya, “Sabar Bund. Itu tandanya bunda sudah ikhlas  dengan semua keadaan ini.”

Tapi saya tak percaya begitu saja. Saya tetap membutuhkan air mata.

quotes

MENTAL HEALTH

Pernah mendengar tentang MENTAL HEALTH atau KESEHATAN MENTAL?

Ketika hidup terasa damai, tentram, dapat beraktivitas dengan baik dan dapat menjalin hubungan positif dengan lingkungan luar, ini artinya kesehatan mental anda dalam kondisi baik.

Congratulation and Enjoy your Life.

Tapi sebaliknya, jika suasana hati tidak mampu dikendalikan, produktivitas menurun, mudah lelah, gangguan tidur, tidak fokus, merasa cemas dan sedih berkepanjangan, mungkin ini tanda Kesehatan Mental kita sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Ingin sekali bisa pergi konsul ke psikiater untuk mengetahui kondisi kesehatan mental saya. Tapi lagi-lagi, rasa takut dan cemas masih menghantui.

LALU APA YANG BISA DILAKUKAN?

 

SEMAKIN MENDEKAT KEPADA SANG PENCIPTA

Mungkin ini cara Allah menegur saya.

Mungkin ini cara Allah menghapuskan dosa-dosa saya.

Mungkin ini cara Allah menunjukkan ladang pahala yang sejak dulu saya tak menyadarinya.

Maka bibir dan hati ini tak berhenti merapalkan dzikir.

Kecemasan ini terobati dengan membaca Al Quran.

Kesedihan ini tertuang dalam lantunan doa-doa yang tak berujung.

Lalu benar-benar belajar ikhlas dan menerima semua ini dengan keyakinan :

Ini Ketetapan Terbaik dari Allah

muslimah

Qadarullah wama sya’a fa’ala

BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Momen semakin dekat kepada Allah membuat hati semakin tenang.

Dan hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah Bangkit dari Keterpurukan ini.

Wake Up, Bunds!

Move On.

Yakinlah ada sesuatu yang menantimu setelah sekian banyak kesabaran (yang kau jalani),

yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit.

-Ali Bin Abi Thalib-

mental health

Akhirnya saya mencoba memberanikan diri untuk move on. Hal pertama yang saya lakukan adalah membuat status di whatssapp story.

Ah, alay banget ya?

Tapi memang setelah 3 bulanan menjauhi ponsel beserta medsos, rasanya salah satu hal yang bisa membuat saya move on adalah : Harus berani muncul meskipun hanya melalui sebaris status di dunia maya.

Dan apa reaksi dunia? #lebayyy

Ternyata begitu banyak yang merindukan saya.

Banyak chat yang masuk menanyakan kabar saya dan keluarga.

Meski banyak juga chat yang masuk dengan nada kepo dan (menurut saya) mengintimidasi.

Lalu saya merasakan lagi kecemasan itu. Nyeri yang tak mampu dijelaskan. Gelisah yang mengganggu.

Oh, saya belum sepenuhnya pulih.

Saya mundur lagi..

Saya belum sanggup “keluar dari gua ini”.

JANGAN MENYERAH

“Tak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu.

Dan yang membencimu, tidak percaya itu” -Ali Bin Abi Thalib-

Saya tidak boleh menyerah. Hidup harus tetap berjalan dan harus lebih baik dari hari kehari.

Ada mama yang membutuhkan saya. Ada anak-anak yang merindukan saya. Ada suami yang menanti saya dengan penuh kesabaran.

Dan saya berusaha “kembali seperti yang dulu” kepada mereka.

Saya jujur pada suami atas semua kegelisahan ini. Apapun reaksinya saya akan ikhlas menerima.

Saya berdamai dengan diri sendiri, bahwa saya pasti bisa bangkit. Menghilangkan rasa bersalah yang menghantui saya dan meyakininya bahwa ini adalah takdir.

Perlahan saya kembali beraktivitas bersama keluarga dan menjalankan hal-hal positif yang saya sukai.

Termasuk menulis di blog ini.

Berbekal medsos dan youtube, saya belajar melakukan self healing, self theraphy, self talk, yoga, meditasi dan banyak hal yang sekiranya bisa membantu saya move on.

BERGABUNGLAH DENGAN SUPPORT GROUP

Saya bergabung dengan komunitas yang mampu menguatkan iman dan mental saya, bergabung dengan teman-teman yang memiliki pengalaman yang sama seperti yang saya alami, juga bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan passion atau hobi.

“Jangan berfikir terlalu berat, Bunds. Sekarang saatnya menikmati hidup!” pesan salah seorang sahabat saya.

Well, inilah sekelumit kisah tentang Mental Health yang pernah (dan mungkin masih) saya alami hingga saat ini.

Jika kamu pernah merasakan hal yang sama, jangan khawatir.

Kamu tak sendiri.

Berkumpullah dengan lingkungan yang positif.

Dan sejenak kesampingkan saja “apa kata orang nanti”.

Karena kita juga harus mencintai diri kita sendiri.

Bukan untuk egois, tapi justru untuk mensyukuri semua nikmat yang telah Allah berikan pada jiwa dan raga ini.

Dan jangan lupa mengucapkan :

Terima kasih untuk jiwa dan hati ku yang begitu kuat.

I Love You

Peluk sayang untuk semua sahabat bundastory yang telah membaca kisah ini.

bundastory

Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting