WANITA, SANG MUTIARA PERADABAN

 HIDUPKU MEMBERI INSPIRASI

Bunds, ngerasain banget kan kalau hidup itu bak roller coaster. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang menyenangkan, kadang menyakitkan. Kita tak bisa luput dari kejadian suka dan duka, bahagia dan luka, sukses dan gagal juga sehat dan sakit yang menghampiri hidup.
Sayangnya, masih banyak dari kita, bahkan diri ini sendiri yang sering terbuai dengan nikmatnya hidup. Sehingga saat ada sedikit saja masalah datang menghampiri, maka hati ini akan merasa sangat terbebani. #selfreminder


Dilahirkan sebagai seorang perempuan, tumbuh menjadi seorang wanita, lalu menyandang gelar sebagai istri dan ibu, sejatinya adalah garis hidup kaum hawa. Hingga terkadang kita harus mengubur mimpi-mimpi masa muda, mengubah standart dan prioritas diri demi menjalani “jabatan” ini.

Karena setinggi apapun jabatan wanita di luar rumah, dia tetaplah seorang istri yang harus tunduk pada suami, dan seorang ibu, tempat dimana anak-anak melabuhkan jiwa dan raganya.

Ibu… Ibu.. Ibu…


Ibu adalah guru yang pertama dan utama bagi anak-anaknya.

Dari tangan ibu akan lahir generasi terbaik yang akan mengisi peradaban.

Sehingga berbanggalah kita sebagai wanita, karena menjadi salah satu bagian penting dalam membangun peradaban dunia. Itu mengapa wanita juga sering disebut sebagai Tiang Negara. Karena kita akan melahirkan anak-anak penerus bangsa.

Wah, sebegitu besarnya ya ternyata “tugas seorang ibu”. Sayangnya, untuk hal besar seperti ini, masih banyak para wanita yang tidak menyadari keistimewaan dirinya.
Gak perlu jauh-jauh deh. Kadang diri ini juga masih sering mengeluh tentang letihnya mengasuh anak, lelahnya menjaga rumah dan jenuhnya menjadi ibu rumah tangga. Sehingga tanpa sadar kita “abai” terhadap hak anak, hak suami.
“Ahh, bundo terlalu idealis nih. Kita kan juga punya hidup sebagai seorang pribadi yang utuh. Gak melulu hidupnya urusin anak, dapur, sumur, kasur aja!”

Yesss. Bener banget!
Kita tetaplah sosok perempuan yang juga memiliki hak atas kehidupan pribadinya sendiri. Tapi bukankah hidup itu ada tujuannya?

Hmmm, 
Pernah dengar nama Dewi Sartika kan, Bunds?
Beliau adalah Pahlawan Nasional perintis pendidikan wanita.
Ternyata kegelisahan kita ini sudah beliau rasakan sejak tahun 1904 lho.  Sekitar 115 tahun yang lalu. Bayangkan!
Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan sekolah yang bernama “Sekolah Istri” di pendopo Kabupaten Bandung.
Sekolah Istri? Iya, sekolah untuk para perempuan. 
6 tahun kemudian sekolah ini berganti nama menjadi “Sekolah Kaoetamaan Istri” dan di relokasi ke Jalan Ciguriang, Bandung. Sekolah ini kemudian berkembang sehingga bisa mencapai ke kota dan kabupaten lainnya. 
Pada Desember 1929, “Sekolah Kaoetamaan Istri” berganti nama menjadi “Sekolah Raden Dewi”. Sesuai dengan nama pendirinya, Dewi Sartika.

sumber: wikipedia


Bayangkan bu-ibu, 115 tahun yang lalu saja seorang Dewi Sartika telah paham betapa vitalnya posisi seorang wanita di dalam kehidupan ini. 
Amat sangat terinspirasi dari nilai-nilai perjuangan Ibu Raden Dewi Sartika
Bak mutiara, wanita adalah mutiara dari peradaban.
Sehingga berbanggalah kita menjadi seorang wanita dan menjadi seorang ibu. Kita bukan “hanya sekedar” ibu rumah tangga. Selain peran domestik di dalam keluarga, kita tetap bisa  berkarya dan berdaya bagi sekeliling kita seperti yang telah dicontohkan ibu Dewi Sartika.

Jika kita ingin menjadi guru terbaik bagi anak-anak, maka jangan pernah malas untuk terus belajar. Karena menjadi ibu memang tidak ada ilmu pastinya, tidak ada sekolah formalnya, maka kita bisa belajar di mana saja. 

Dengan kemajuan jaman dan teknologi seperti ini, kita bisa bergabung dengan komunitas-komunitas perempuan untuk bisa semakin memberdayakan diri ke arah yang lebih positif dan bermanfaat. Kita bisa saling berbagi ilmu untuk diambil kebaikannya dalam mendidik anak dan menjalani hari sebagai seorang wanita.

Adalah hal yang wajar jika seorang wanita merasa lemah dan lelah dalam menjalani perannya sehari-hari. Kehilangan semangat di tengah rutinitas, merasa down, stuck, jenuh, hopeless sangatlah wajar. Tapi harus diingat, kita harus cepat move on


Lalu bagaimana bisa MOVE ON ketika menghadapi “kelelahan hati” ?

Baca dan praktekkan tips berikut ini ya ⌣

1. Ketika rasa lemah itu datang, yakinlah itu cara Tuhan memperingatkan kita untuk kembali ke jalan Nya. Mendekatlah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai mahluk yang beragama, maka kita harus percaya bahwa tidak ada satu masalah pun di dunia ini yang tidak dapat diselesaikan, selama kita selalu melibatkan Allah dalam langkah kita.

2. Ketika motivasi dari dalam diri mulai menipis, carilah sumber – sumber inspirasi di luar sana. Caranya? Bisa dengan membaca buku, mendengarkan kajian atau sharing, belajar hal-hal baru dan keluar dari zona nyaman.

Motivasi adalah pendorong, inspirasi adalah penarik   (Natalie DeBruin)

3. Ketika hati sudah kembali menguat, jadilah sumber inspirasi bagi orang lain.
Jadilah penyebar kebaikan, perbanyak memberi dan perbanyak syukur.

Tidak perlu menjadi seorang motivator untuk bisa berbagi inspirasi kepada orang lain.
Tidak perlu sempurna untuk menginspirasi orang lain. Biarkan orang terinspirasi bagaimana kamu mengatasi ketidaksempurnaanmu.


Terasa gak sih, kalau kita ini diberi kelemahan agar bisa berbagi dengan orang lain?
Dan dari situlah hidup ini memberi inspirasi.

Salah satu saat yang paling membahagiakan dalam hidup adalah ketika kamu menemukan segala kebaikan dirimu dan suami ada pada anak-anakmu, dan tak satupun keburukan kalian ada pada mereka.

Yuk, sekarang kita harus lebih semangat dalam menjalani hari sebagai seorang wanita. 
Ingat, kita adalah MUTIARA PERADABAN
Ayo ambil keteladanan dari ibu Dewi Sartika dalam menjadi seorang wanita yang tangguh, bermartabat dan bermanfaat.
Teruslah berbuat baik, teruslah belajar berbuat baik, teruslah menebar kebaikan, agar HIDUPKU MEMBERI INSPIRASI.


Catatan kecil :

Tulisan ini dibuat untuk menyemarakkan 134 tahun peringatan Hari Dewi Sartika. 
Terinspirasi dari nilai-nilai perjuangan Ibu Raden Dewi Sartika.

Karena Bundo belum berkesempatan melihat langsung peninggalan ibu Dewi Sartika yang mayoritas ada di Bandung, jadilah hari ini Bundo menelusuri kota Jogja untuk mengabadikan nama Jalan Dewi Sartika di tulisan ini.

Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.
 (Ir.Soekarno , 10 November 1961)


Maka izinkan sedikit coretan ini menjadi inspirasi para wanita dalam segala perannya untuk menjadi Mutiara Peradaban, seperti Dewi Sartika.
#DewiSartika
#pahlawanwanita
#pahlawandarijawabarat